Ada seorang teman saya, suatu hari terpanggil untuk memakai jilbab. Karena hatinya sudah tetap, dia pun pergilah ke toko muslim untuk membeli jilbab. Setelah membeli beberapa pakaian muslim lengkap bersama jilbab dengan berbagai model (maklum teman saya itu stylish sekali), dia pun pulang ke rumah dengan hati suka cita.
Sesampainya di rumah, dengan bangga dia mengenakan jilbabnya. Ketika dia keluar dari kamarnya, bapak dan ibunya langsung menjerit. Mereka murka bukan main dan meminta agar anaknya segera melepaskan jilbabnya.
Anak itu tentu merasa terpukul sekali… bayangkan, Ayah ibunya sendiri menentangnya untuk mengenakan jilbab. Si anak mencoba berpegang teguh pada keputusannya akan tetapi ayah ibunya mengancam akan memutuskan hubungan orang-tua dan anak bila ia berkeras.
Dia tidak akan diakui anak selamanya bila tetap mau menggunakan jilbab. Anak itu menggerung-gerung sejadi-jadinya. Dia merasa menjadi anak yang malang sekali nasibnya.
Tidak berputus asa, dia meminta guru tempatnya bersekolah untuk berbicara dengan orang tuanya. Apa lacur, sang guru pun menolak. Dia mencoba lagi berbicara dengan ustad dekat rumahnya untuk membujuk orangtuanya agar diizinkan memakai jilbab… hasilnya? Nol besar! Sang ustad juga menolak mentah-mentah. Belum pernah rasanya anak ini dirundung duka seperti itu.
Dia merasa betul-betul sendirian di dunia ini. Tak ada seorang pun yang mau mendukung keputusannya untuk memakai jilbab. Akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan truf terakhir.
Dia berkata pada orang tuanya, “Ayah dan ibu yang saya cintai. Saya tetap akan memakai jilbab ini. Kalau tidak diizinkan juga saya akan bunuh diri.”
Sejenak suasana menjadi hening. Ketegangan mencapai puncaknya dalam keluarga itu.
Akhirnya sambil menghela napas panjang, si ayah berkata dengan lirih, “Bambang! Kalo kamu cewek terserah deh… Lha kamu itu laki-laki koq mau pake jilbab?! Apa kata tetangga nanti?”
Sesampainya di rumah, dengan bangga dia mengenakan jilbabnya. Ketika dia keluar dari kamarnya, bapak dan ibunya langsung menjerit. Mereka murka bukan main dan meminta agar anaknya segera melepaskan jilbabnya.
Anak itu tentu merasa terpukul sekali… bayangkan, Ayah ibunya sendiri menentangnya untuk mengenakan jilbab. Si anak mencoba berpegang teguh pada keputusannya akan tetapi ayah ibunya mengancam akan memutuskan hubungan orang-tua dan anak bila ia berkeras.
Dia tidak akan diakui anak selamanya bila tetap mau menggunakan jilbab. Anak itu menggerung-gerung sejadi-jadinya. Dia merasa menjadi anak yang malang sekali nasibnya.
Tidak berputus asa, dia meminta guru tempatnya bersekolah untuk berbicara dengan orang tuanya. Apa lacur, sang guru pun menolak. Dia mencoba lagi berbicara dengan ustad dekat rumahnya untuk membujuk orangtuanya agar diizinkan memakai jilbab… hasilnya? Nol besar! Sang ustad juga menolak mentah-mentah. Belum pernah rasanya anak ini dirundung duka seperti itu.
Dia merasa betul-betul sendirian di dunia ini. Tak ada seorang pun yang mau mendukung keputusannya untuk memakai jilbab. Akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan truf terakhir.
Dia berkata pada orang tuanya, “Ayah dan ibu yang saya cintai. Saya tetap akan memakai jilbab ini. Kalau tidak diizinkan juga saya akan bunuh diri.”
Sejenak suasana menjadi hening. Ketegangan mencapai puncaknya dalam keluarga itu.
Akhirnya sambil menghela napas panjang, si ayah berkata dengan lirih, “Bambang! Kalo kamu cewek terserah deh… Lha kamu itu laki-laki koq mau pake jilbab?! Apa kata tetangga nanti?”